Senin, 21 November 2011

Fakta Kemiskinan di Indonesia


Fakta Kemiskinan di Indonesia






                Kemiskinan adalah sebuah masalah dari sekian banyak masalah yang ada di negeri ini. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dan elemen masyarakat agar masalah kemiskinan di negeri ini bisa teratasi. Ada upaya yang berhasil, ada pula yang tidak berhasil. Namun demikian, upaya tersebut patut untuk diapresiasi karena ada suatu kemauan untuk menjalankan amanah konstitusi yang tercantum dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, yaitu: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
                Kemauan dan upaya untuk menanggulangi masalah kemiskinan di negeri ini harus terus diperkuat. Pasalnya, penanggulangan masalah kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi negeri ini. Jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada tanggal 6-8 April 2011 terhadap 840 responden di 57 kota di Indonesia, menunjukkan bahwa kemiskinan masih menjadi masalah utama bangsa Indonesia dalam lima tahun terakhir ini yang harus diselesaikan oleh negara (Kompas, 11 April 2011). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 adalah 31, 02 juta. Berarti, dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010, yaitu 237, 64 juta, hanya ada 13% penduduk Indonesia yang mengalami kemiskinan. Persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia memang bisa dikatakan rendah namun hal tersebut tetap harus membuat penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas utama negeri ini.

RUU Penanganan Fakir Miskin: Perlukah?
                Salah satu upaya yang sekarang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan di negeri ini adalah dengan merancang produk hukum berbentuk undang-undang. Rancangan undang-undang tersebut lebih dikenal sebagai RUU Penanganan Fakir Miskin. RUU Penanganan Fakir Miskin ini masih dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Pemerintah. Adanya pembahasan RUU ini patut diapresiasi karena terdapat kepedulian dari DPR dan Pemerintah terhadap penanggulangan fakir miskin. Namun demikian, apakah sebenarnya DPR dan Pemerintah perlu untuk mengeluarkan suatu produk hukum baru untuk mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini?
                Menurut penulis, sebenarnya DPR dan pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan produk hukum baru sebagai cara untuk mengatasi masalah kemiskinan. Sudah ada berbagai jenis produk hukum yang telah memuat ketentuan mengenai penanganan kemiskinan, di antaranya yaitu  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009, telah terdapat bab khusus yang mengatur mengenai penanggulangan kemiskinan dan selanjutnya didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, juga terdapat ketentuan yang mengupayakan agar fakir miskin bisa memperoleh jaminan sosial, terutama jaminan kesehatan. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, terdapat ketentuan mengenai fakir miskin sebagai salah satu mustahiq yang berhak untuk menerima hasil pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, sebaiknya ketentuan-ketentuan di atas benar-benar diimplementasikan agar penanganan kemiskinan dapat diwujudkan menjadi nyata, bukan hanya  menjadi sekedar wacana. Menurut penulis, semua ketentuan hukum di atas dan ketentuan hukum lainnya yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial,  cukup untuk dijadikan landasan hukum untuk penanganan kemiskinan sehingga tidak perlu lagi membuat undang-undang yang baru.
                Namun demikian, penulis tetap menghargai upaya yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah tersebut, asalkan DPR dan Pemerintah benar-benar berkomitmen untuk menuntaskan pembahasan RUU Penanganan Fakir Miskin dan segera mensahkannya menjadi undang-undang. Penulis mengharapkan agar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam RUU Penanganan Fakir Miskin ini bisa sejalan dengan ketentuan undang-undang lain yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, DPR dan Pemerintah harus berusaha sekuat tenaga agar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam RUU Penanganan Fakir Miskin tidak tumpang tindih dengan ketentuan dalam undang-undang lain. Selain itu, DPR dan Pemerintah juga harus turun langsung melihat kondisi masyarakat miskin di Indonesia agar produk hukum yang dihasilkan tidak hanya baik di atas kertas namun juga bisa diimplementasikan secara nyata.  
Alternatif Solusi Penanganan Kemiskinan di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan di atas, penulis tidak sepakat terhadap solusi penanganan kemiskinan melalui pembuatan RUU Penanganan Fakir Miskin. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan alternatif solusi lainnya untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Berikut merupakan alternatif solusi tersebut:
1.    Optimalisasi lembaga zakat dan wakaf
Lembaga zakat dan wakaf telah diakui keberadaannya di Indonesia sejak lama dan pengaturannya telah mencapai level undang-undang. Selain itu, potensi zakat dan wakaf sangat besar sehingga sangat memungkinkan untuk digunakan guna mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB pada tahun 2011, potensi zakat secara nasional mencapai angka Rp 217 triliun atau setara dengan 3,40 persen dari total PDB. Sedangkan potensi wakaf di Indonesia, yaitu  potensi  dari wakaf tanah seluas 2.171.041.349. myang tersebar di 414.848 (Data Departemen Agama Tahun 2010) dan potensi wakaf uang yang mencapai Rp 20 triliun per tahunnya (asumsi yang dibuat oleh Mustafa Edwin Nasution).
Agar potensi zakat dan wakaf tersebut bisa dioptimalkan untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia, diperlukan sinergisitas unsur pemerintah dengan elemen masyakarat, dalam hal ini antara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan lembaga amil zakat serta antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan nazhir wakaf. Dalam membuat program-program untuk mengatasi masalah kemiskinan, baik BAZNAS dan BWI maupun amil dan nazhir, sebaiknya berusaha agar program-program tersebut sinergis dan bisa saling melengkapi sehingga tidak ada ada program yang tumpang tindih satu sama lain. Oleh karena itu, BAZNAS dan BWI sebagai elemen pemerintah perlu terus mengayomi amil dan nazhir yang ada di Indonesia agar bisa bergerak bersama untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. 
2.    ‘Perang’ melawan kemiskinan
Ali bin Abi Thalib, salah seorang khulafaur rasyidin, pernah berkata, “Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia niscaya aku akan membunuhnya.” Ucapan Ali bin Abi Thalib tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang harus diperangi, khususnya oleh masyarakat Indonesia. Jika selama ini kita mengenal adanya perang melawan korupsi, perang melawan terorisme, perang melawan narkoba, maka perlu dicanangkan juga perang melawan kemiskinan. Tentunya perang melawan kemiskinan yang dimaksud bukan hanya sekadar slogan dan wacana saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pejabat pemerintah, baik yang berada di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, harus menjadi garda terdepan dalam melawan kemiskinan ini dengan cara memberikan contoh untuk peduli terhadap masalah kemiskinan. Sebagai contoh, presiden sebagai kepala pemerintahan menginstruksikan seluruh pejabat yang ada di bawahnya untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada fakir miskin (misalnya melalui zakat dan wakaf). Apabila instruksi tersebut tidak dilaksanakan, maka pejabat tersebut akan dikenakan sanksi.
Selain itu, perang melawan kemiskinan juga bisa diwujudkan dalam sosialisasi pelaksanaan zakat dan wakaf secara massif kepada seluruh masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan memiliki kelebihan harta. Diperlukan kerja keras, terutama oleh BAZNAS, BWI serta lembaga-lembaga zakat dan wakaf lainnya, untuk mensosialisasikan pelaksanaan zakat dan wakaf untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Dalam melakukan sosialisasi tersebut, perlu juga diberikan pemahaman bahwa kemiskinan merupakan masalah yang harus segera diatasi oleh semua elemen di negeri ini. Adanya sosialisasi tersebut diharapkan dapat membangun kepedulian masyarakat Indonesia untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia melalui zakat dan wakaf.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar