Fakta Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan adalah sebuah masalah
dari sekian banyak masalah yang ada di negeri ini. Berbagai upaya dilakukan
oleh pemerintah dan elemen masyarakat agar masalah kemiskinan di negeri ini
bisa teratasi. Ada
upaya yang berhasil, ada pula yang tidak berhasil. Namun demikian, upaya
tersebut patut untuk diapresiasi karena ada suatu kemauan untuk menjalankan
amanah konstitusi yang tercantum dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, yaitu:
“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
Kemauan dan upaya untuk
menanggulangi masalah kemiskinan di negeri ini harus terus diperkuat. Pasalnya,
penanggulangan masalah kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi
negeri ini. Jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada tanggal 6-8
April 2011 terhadap 840 responden di 57 kota di Indonesia, menunjukkan bahwa
kemiskinan masih menjadi masalah utama bangsa Indonesia dalam lima tahun
terakhir ini yang harus diselesaikan oleh negara (Kompas, 11 April 2011). Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 adalah 31,
02 juta. Berarti, dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010,
yaitu 237, 64 juta, hanya ada 13% penduduk Indonesia yang mengalami kemiskinan.
Persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia memang bisa dikatakan rendah
namun hal tersebut tetap harus membuat penanggulangan kemiskinan menjadi
prioritas utama negeri ini.
RUU Penanganan Fakir Miskin: Perlukah?
Salah satu upaya yang sekarang
dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan di negeri ini adalah dengan merancang
produk hukum berbentuk undang-undang. Rancangan undang-undang tersebut lebih
dikenal sebagai RUU Penanganan Fakir Miskin. RUU Penanganan Fakir Miskin ini
masih dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Pemerintah. Adanya pembahasan RUU ini
patut diapresiasi karena terdapat kepedulian dari DPR dan Pemerintah terhadap
penanggulangan fakir miskin. Namun demikian, apakah sebenarnya DPR dan Pemerintah perlu untuk mengeluarkan suatu produk
hukum baru untuk mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini?
Menurut penulis, sebenarnya DPR
dan pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan produk hukum baru sebagai cara
untuk mengatasi masalah kemiskinan. Sudah ada berbagai jenis produk hukum yang telah
memuat ketentuan mengenai penanganan kemiskinan, di antaranya yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009, telah terdapat bab khusus yang mengatur
mengenai penanggulangan kemiskinan dan selanjutnya didelegasikan untuk diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004, juga terdapat ketentuan yang mengupayakan agar fakir miskin bisa
memperoleh jaminan sosial, terutama jaminan kesehatan. Selain itu, dalam
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, terdapat ketentuan mengenai fakir miskin
sebagai salah satu mustahiq yang berhak untuk menerima hasil
pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, sebaiknya ketentuan-ketentuan di atas
benar-benar diimplementasikan agar penanganan kemiskinan dapat diwujudkan menjadi
nyata, bukan hanya menjadi sekedar
wacana. Menurut penulis, semua ketentuan hukum di atas dan ketentuan hukum
lainnya yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial, cukup untuk dijadikan landasan hukum untuk
penanganan kemiskinan sehingga tidak perlu lagi membuat undang-undang yang baru.
Namun
demikian, penulis tetap menghargai upaya yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah
tersebut, asalkan DPR dan Pemerintah benar-benar berkomitmen untuk menuntaskan
pembahasan RUU Penanganan Fakir Miskin dan segera mensahkannya menjadi
undang-undang. Penulis mengharapkan agar ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam RUU Penanganan Fakir Miskin ini bisa sejalan dengan ketentuan
undang-undang lain yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu,
DPR dan Pemerintah harus berusaha sekuat tenaga agar ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam RUU Penanganan Fakir Miskin tidak tumpang tindih dengan
ketentuan dalam undang-undang lain. Selain itu, DPR dan Pemerintah juga harus
turun langsung melihat kondisi masyarakat miskin di Indonesia agar produk hukum
yang dihasilkan tidak hanya baik di atas kertas namun juga bisa
diimplementasikan secara nyata.
Alternatif Solusi Penanganan Kemiskinan di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan di atas, penulis
tidak sepakat terhadap solusi penanganan kemiskinan melalui pembuatan RUU
Penanganan Fakir Miskin. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan alternatif
solusi lainnya untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Berikut
merupakan alternatif solusi tersebut:
1.
Optimalisasi lembaga zakat dan
wakaf
Lembaga zakat dan wakaf telah diakui keberadaannya di
Indonesia sejak lama dan pengaturannya telah mencapai level undang-undang.
Selain itu, potensi zakat dan wakaf sangat besar sehingga sangat memungkinkan
untuk digunakan guna mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini. Berdasarkan
riset yang dilakukan oleh Badan
Amil Zakat Nasional dan Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB pada tahun 2011, potensi
zakat secara nasional mencapai angka Rp 217 triliun atau setara dengan 3,40 persen
dari total PDB. Sedangkan potensi wakaf di Indonesia, yaitu potensi
dari wakaf tanah seluas 2.171.041.349. m2 yang tersebar di 414.848 (Data
Departemen Agama Tahun 2010) dan potensi wakaf uang yang mencapai Rp 20 triliun
per tahunnya (asumsi yang dibuat oleh Mustafa Edwin Nasution).
Agar
potensi zakat dan wakaf tersebut bisa dioptimalkan untuk mengatasi masalah
kemiskinan di Indonesia, diperlukan sinergisitas unsur pemerintah dengan elemen
masyakarat, dalam hal ini antara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan lembaga
amil zakat serta antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan nazhir wakaf. Dalam
membuat program-program untuk mengatasi masalah kemiskinan, baik BAZNAS dan BWI
maupun amil dan nazhir, sebaiknya berusaha agar program-program tersebut sinergis
dan bisa saling melengkapi sehingga tidak ada ada program yang tumpang tindih
satu sama lain. Oleh karena itu, BAZNAS dan BWI sebagai elemen pemerintah perlu
terus mengayomi amil dan nazhir yang ada di Indonesia agar bisa bergerak
bersama untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.
2.
‘Perang’ melawan kemiskinan
Ali bin
Abi Thalib, salah seorang khulafaur rasyidin, pernah berkata, “Seandainya
kemiskinan berwujud seorang manusia niscaya aku akan membunuhnya.” Ucapan Ali
bin Abi Thalib tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah
yang harus diperangi, khususnya oleh masyarakat Indonesia. Jika selama ini kita
mengenal adanya perang melawan korupsi, perang melawan terorisme, perang
melawan narkoba, maka perlu dicanangkan juga perang melawan kemiskinan. Tentunya
perang melawan kemiskinan yang dimaksud bukan hanya sekadar slogan dan wacana
saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pejabat pemerintah,
baik yang berada di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, harus menjadi
garda terdepan dalam melawan kemiskinan ini dengan cara memberikan contoh untuk
peduli terhadap masalah kemiskinan. Sebagai contoh, presiden sebagai kepala
pemerintahan menginstruksikan seluruh pejabat yang ada di bawahnya untuk
menyisihkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada fakir miskin (misalnya
melalui zakat dan wakaf). Apabila instruksi tersebut tidak dilaksanakan, maka
pejabat tersebut akan dikenakan sanksi.
Selain
itu, perang melawan kemiskinan juga bisa diwujudkan dalam sosialisasi
pelaksanaan zakat dan wakaf secara massif kepada seluruh masyarakat Indonesia
yang beragama Islam dan memiliki kelebihan harta. Diperlukan kerja keras,
terutama oleh BAZNAS, BWI serta lembaga-lembaga zakat dan wakaf lainnya, untuk
mensosialisasikan pelaksanaan zakat dan wakaf untuk mengatasi masalah
kemiskinan di Indonesia. Dalam melakukan sosialisasi tersebut, perlu juga
diberikan pemahaman bahwa kemiskinan merupakan masalah yang harus segera
diatasi oleh semua elemen di negeri ini. Adanya sosialisasi tersebut diharapkan
dapat membangun kepedulian masyarakat Indonesia untuk mengatasi masalah
kemiskinan di Indonesia melalui zakat dan wakaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar